Gayus lagi, Gayus lagi…

15 11 2010

Lambaian lembaran uang bisa membuat orang terdiam. Ketegasan aturan dan disiplin bisa dikalahkan oleh uang. Pegawai kan butuh uang tambahan selain gaji rutinnya setiap bulan. Iman di dada bisa goncang ketika seseorang ditawari uang berpuluh-puluh juta, jauh berlipat-lipat dibandingkan gaji rutinnya setiap bulan itu.

Gayus Tambunan punya uang tak terbatas untuk menggoncang iman para pegawai rutan dimana dia ditahan. Pegawai rutan, mulai dari kepala hingga sipir yang semuanya polisi itu, kita tahu sendiri berapalah gajinya setiap bulan. Gayus tahu betul kelemahan manusia itu. Dengan uang bermilyar-milyar yang dia punyai dari hasil korupsi pajak — yang tidak bakal habis tujuh turunan — dia bisa menyuap para pegawai rutan sehingga setiap pekan dia bisa bebas jalan-jalan ke luar tahanan (baca berita ini). Tidak tanggung-tanggung, dia sempat-sempatnya jalan-jalan ke Bali hanya untuk menonton pertandingan tenis.

Namun sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya ketahuan juga. Wartawan berhasil membidik Gayus sedang berada di antara penonton pertandingan tenis. Serius banget dia. Dengan menyamar memakai wig serta berkacamata, sukar untuk membantah itu bukan Gayus. Itulah foto yang menggemparkan Indonesia bulan ini.Uh, saya jadi ingin mencopot wig di kepalanya itu, saking gemasnya.

Memang mental aparat penegak hukum (polisi, hakim, jaksa, pengacara) di negeri ini sudah banyak yang bobrok. Biar digaji tinggi sekalipun, tidak menjamin mereka bersih dari manipulasi dan kongkalingkong dengan tersangka kasus hukum. Gemerincing uang panas dari tersangka bisa membuat orang silap. Tetapi saya yakin masih banyak polisi yang baik, jaksa yang baik, hakim yang baik, pengacara yang baik, namun dedikasi mereka tertutup oleh kasus-kasus yang memalukan seperti ini.

Yang saya heran, orang-orang yang diduga menerima suap, penyuap, atau yang melakukan korupsi seperti Gayus, masih bisa ketawa-ketawa dan senyum-senyum di depan kamera TV, seolah-olah tidak merasa bersalah. Jaim mungkin, tetapi apa mereka tidak takut dengan hukuman yang menunggu di akhirat kelak?

Waktu kecil saya pernah membaca komik tentang siksa neraka. Orang yang memakan uang haram selama hidup di dunia, digambarkan di dalam neraka perutnya buncit menggelantung hingga hampir menyentuh tanah karena perutnya penuh akibat makan dari harta yang haram. Sambil berjalan di dalam neraka dengan kaki yang terikat rantai, malaikat penjaga neraka menghunjamkan tombak besi yang merah membara ke perut buncintnya tadi hingga isi perutnya terburai. Lalu perut itu kembali utuh seperti semula, kemudian ditusuk lagi, begitu seterusnya. Naudzubilah min dzalik. Itu mungkin gambaran manusia tentang siksa neraka, mungkin saja siksa yang sesungguhnya lebih mengerikan lagi.

Saya jadi teringat khutbah Jumat Pak Athian Ali di Masjid Salman beberapa waktu yang lalu. Seorang koruptor, baik yang kelas jalanan maupun kelas kakap, tidak cukup dia menghapus dosa hanya dengan pergi ke Mekah lalu menangis di depan ka’bah menyesali perbuatan korupsinya itu, kemudian selesai dan merasa menjadi orang yang bersih. Kembalikan dulu seluruh uang haram hasil korupsi yang dia peroleh, lalu minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan mengakui perbuatannya, barulah dia melakukan tabutan nasuha kepada Allah, taubat yang sebenar-benarnya taubat.

Semoga kita dijauhi dari memakan harta yang haram, baik dari hasil korupsi, manipulasi, pungli, dan sebagainya, sebelum nanti datang suatu masa dimana siksa Allah begitu pedih.